Jumat, 28 April 2017

Arthur Schopenhauer

Arthur Schopenhauer  adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris. Ia mempelajari filsafat di Universitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Frankfurt, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.
Dalam perkembangan filsafat, Schopenhauer dipengaruhi dengan kuat oleh Imanuel Kant dan juga pandangan Buddha. Pemikiran Kant nampak di dalam pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga benda pada dirinya sendiri (das Ding an sich) tidak pernah bisa diketahui manusia. Contoh, apa yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan gagasan orang itu tentang pohon. Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".


Ajaran Filsafat
 Filsafat Keinginan
Schopenhauer memberikan fokus kepada investigasinya terhadap motivasi seseorang. Sebelumnya, filsuf terkemuka Hegel telah mempopulerkan konsep Zeitgeist, ide bahwa masyarakat terdiri atas kesadaran akan kolektifitas yang digerakkan di dalam sebuah arah yang jelas. Schopenhauer memfokuskan diri untuk membaca tulisan-tulisan dua filsuf terkemuka pada masa kuliahnya, yaitu Hegel dan Kant. Schopenhauer sendiri mengkritik optimisme logika yang dijelaskan oleh kedua filsuf terkemuka tersebut dan kepercayaan mereka bahwa manusia hanya didorong oleh keinginan dasar sendiri, atau Wille zum Leben (keinginan untuk hidup) yang diarahkan kepada seluruh manusia.
Schopenhauer sendiri berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak logika, tanpa pengarahan dan dengan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di dunia. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah keberadaan metafisikal yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan individual, agent, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud oleh Schopenhauer ini sama dengan yang disebut dengan Kant dengan istilah sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.
Pandangan filosofis Schopenhauer melihat bahwa hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak. Apalagi dengan kehendak untuk membantu orang menderita. Ajaran Schopenhauer menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, namun ia sediri takut dengan kematian. I'AM STAYING HERE
Keputusan dan Hukuman
Schopenhauer menjelaskan seseorang yang hendak mengambil keputusan. Menurut dia, ketika kita mengambil keputusan, kita akan diperhadapkan dengan berbagai macam akibat. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil memiliki alasan atau dasar. Keputusan-keputusan ini menjadi tidak bebas lagi bagi si pemilihnya. Pemilih itu harus diperhadapkan kepada beberapa akibat dalam sebuah keputusan. Segala tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya. Segala kebutuhan dan tanggung jawab itu pun sudah dibawa sejak lahir dan bersifat kekal. Schopenhauer juga menegaskan jika tidak ada keinginan bebas, haruskah kejahatan dihukum
Ajaran Filsafat Schopenhauer ini termasuk ke dalam Idealisme Jerman. Pendapat ini dibuktikan melalui perbandingan antara filosofis Schopenhauer dengan pandangan Idealisme Jerman. Keduanya mengajarkan bahwa realitas bersifat subjektif, artinya keseluruhan kenyataan merupakan konstruksi kesadaran Subjek. Dunia ini juga dipandang sebagai ide. Pandangan Schopenhauer ini pun dijadikan wakil dari Idealisme Jerman. Sekalipun memang ada hal-hal yang bersifat lebih khusus dan fundamental yang membedakan pemikiran Schopenhauer dengan Idealisme Jerman. Bagi Schopenhauer, dasar dunia ini transcendental dan bersifat irasional, yaitu kehendak yang buta. Kehendak ini buta, sebab, sebab desakannya untuk terus-menerus dipuaskan tidak bisa dikendalikan dan tidak akan pernah terpenuhi. Namun, justru keinginan yang tak sampai berarti penderitaan. Selanjutnya, menurut dia bahwa kehendak transendental itu mewujudkan diri dalam miliaran eksistensi kehidupan, maka hidup itu sendiri merupakan penderitaan. Jalan keluar yang diusulkan Schopenhauer ini pun cukup logis. Kalau hidup ini adalah penderitaaan, maka pembebasan dari penderitaan tersebut tentunya akan tercapai melalui penolakan kehendak untuk hidup. Konkretnya adalah lewat kematian raga dan bela rasa.
Cara pemikiran Schopenhauer ini menarik. Namun, tetap saja memiliki kesalahan. Masalah dalam filsafatnya berkaitan dengan pandangannya atas pengetahuan tentang prinsip individuasi. Menurut Schopenhauer, berkat pengetahuan inilah manusia sadar bahwa dirinya adalah sama dengan semua makhluk hidup lain (dasar dari sikap bela rasa) sehingga dia tidak perlu memutlakkan diri dan keinginannya (dasar sikap mati raga atau penyangkalan diri). Tanpa pengetahuan ini, manusia tidak akan mengalami pencerahan dan tetap berada dalam kegelapan.
Anggapan Schopenhauer ini menekankan dua hal, yaitu bahwa kesadaran manusia terbukti lebih kuat dibandingkan nafsu dan keinginannya, dan bahwa karena itu ia juga mampu memperhatikan keadaan kepentingan orang lain, di dalam hal ini berarti bahwa manusia bukanlah makhluk egois sebagai mana yang dipikirkan oleh Schopenhauer. Namun, jika kesadaraan bisa menguatkan manusia menyangkal diri dan berbela rasa, bukankah demikian kehendak untuk hidup itu sendiri bukan merupakan dasar dari segalanya?

Daftar Pustaka :
http://goedangbiografi.blogspot.com/2016/05/pemikiran-dan-biografi-arthur.html

JESSICKA KUPUTRI

201471060

Rabu, 05 April 2017

POKOK PEMIKIRAN RENE DECRATES

RENE DECRATES
Para filsuf rasionalisme adalah mereka yang: pertama, mengatakan bahwa kekuatan akal pada diri manusia yang dalam pandangan mereka merupakan suatu kekuatan instinktif adalah sumber dari semua ilmu yang hakiki, atau merupakan sumber dari dua sifat dari ciri ilmu hakiki secara khusus, yaitu urgensitas (dharurah) dan kebenaran mutlak (al-shidq al-mutlaq). Kedua, berkaitan dengan alam kosmik, para penganut rasionalisme menerima adanya wujud spiritual atau rasio yang merupakan asal usul dari segala entitas. Kita akan mengkaji rasionalisme ini pada tokohnya yang paling terkenal diantaranya adalah Rene Descartes.
Pokok pemikiran descartes menghasilkan karyanya antara lain yaitu :
I. Pengetahuan yang Pasti
Karya filsafat Descrates dapat dipahami dalam bingkai konteks pemikiran pada masanya, yakni adanya pertentangan antara scholasticism dengan keilmuan baru galilean-copernican. Atas dasar tersebut ia dengan misi filsafatnya berusaha mendapatkan pengetahuan yang tidak dapat diragukan. Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang ada, yang kemudian mengantarkannya pada kesimpulan bahwa pengetahuan yang ia kategorikan ke dalam tiga bagian dapat diragukan.
1.Pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi dapat diragukan, semisal kita memasukkan kayu lurus ke dalam air maka akan tampak bengkok.
2.Fakta umum tentang dunia semisal api itu panas dan benda yang berat akan jatuh juga dapat diragukan. Descrates menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang sama berkali-kali dan dari situ kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut
3.Logika dan Matematika prinsip-prinsip logika dan matematika juga ia ragukan. Ia menyatakan bagaimana jika ada suatu makhluk yang berkuasa memasukkan ilusi dalam pikiran kita, dengan kata lain kita berada dalam suatu matriks.
II. Ontologi Tuhan dan Benda
Berangkat dari pembuktiannya bahwa pikiran itu eksis, filsafatnya membuktikan bahwa Tuhan ada dan kemudian membuktikan bahwa benda material ada.
Descrates mendasarkan akan adanya Tuhan pada prinsip bahwa sebab harus lebih besar, sempurna, baik dari akibat. Dalam pikiran Descrates ia memiliki suatu gagasan tentang Tuhan adalah suatu makhluk sempurna yang tak terhingga. Gagasan tersebut tidak mungkin muncul/disebabkan oleh pengalaman dan pikiran diri sendiri, karena kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak sempurna dan dapat diragukan sehingga tidak memenuhi prinsip sebab lebih sempurna dari akibat. Gagasan tentang Tuhan yang ada dalam kepala (sebagai akibat) hanya bisa disebabkan oleh sebuah makhluk sempurna yang menaruhnya dalam pikiran saya, yakni Tuhan.
III. Metafisika
Bagi Rene Descrates, realitas terdiri dari tiga hal. Yakni benda material yang terbatas (objek-objek fisik seperti meja, kursi, tubuh manusia, dan sebagainya), benda mental-nonmaterial yang terbatas (pikiran dan jiwa manusia), serta benda mental yang tak terbatas (Tuhan).
Ia juga membedakan antara pikiran manusia dan tubuh fisik manusia. Pembagian ini juga mengantarkannya pada pembagian keilmuan. Realitas material sebagai ranah bagi keilmuan baru yang dibawa Galileo dan Copernicus, realitas mental bagi keilmuan dalam bidang agama, etika, dan sejenisnya.
Namun, dualismenya ini juga yang kerap kali menjadi kritikan bagi berbagai filsuf lainnya seperti Barkley misalnya. Problem utama dari dualisme tersebut ialah bagaimana pikiran dan tubuh berinteraksi satu sama lainnya. serta terjebak dalam pilihan ekstrem, baginya benda hidup selain manusia (contoh:hewan) tidak memiliki pikiran dan jiwa, sehingga hanya dipandang sebagai bentuk material sama halnya seperti mesin.

Refrensi : 
http://www.nuraminsaleh.com/2013/01/rene-descartes-dan-pemikirannya.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Ren%C3%A9_Descartes

JESSICKA KUPUTRI
201471060