Arthur
Schopenhauer adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Perancis,
dan Inggris. Ia mempelajari filsafat di Universitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas
Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar
hidupnya di Frankfurt,
dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.
Dalam perkembangan filsafat, Schopenhauer
dipengaruhi dengan kuat oleh Imanuel Kant dan juga pandangan Buddha. Pemikiran Kant nampak di dalam
pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Kant menyatakan bahwa pengetahuan
manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga benda pada
dirinya sendiri (das Ding an sich)
tidak pernah bisa diketahui manusia. Contoh,
apa yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan
gagasan orang itu tentang pohon. Schopenhauer
mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa
benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".
Ajaran Filsafat
Filsafat
Keinginan
Schopenhauer
memberikan fokus kepada investigasinya terhadap motivasi seseorang. Sebelumnya, filsuf terkemuka Hegel telah
mempopulerkan konsep Zeitgeist, ide bahwa masyarakat terdiri atas kesadaran akan
kolektifitas yang digerakkan di dalam sebuah arah yang jelas. Schopenhauer memfokuskan diri untuk membaca
tulisan-tulisan dua filsuf terkemuka pada masa kuliahnya, yaitu Hegel dan Kant. Schopenhauer
sendiri mengkritik optimisme logika yang dijelaskan oleh kedua filsuf terkemuka
tersebut dan kepercayaan mereka bahwa manusia hanya didorong oleh keinginan
dasar sendiri, atau Wille zum Leben (keinginan
untuk hidup) yang diarahkan kepada seluruh manusia.
Schopenhauer
sendiri berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia, tidak logika, tanpa
pengarahan dan dengan keberadaan, juga dengan seluruh tindakan manusia di
dunia. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan adalah
sebuah keberadaan metafisikal yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan
individual, agent, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Keinginan yang dimaksud oleh Schopenhauer ini sama dengan yang disebut
dengan Kant dengan istilah sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.
Pandangan
filosofis Schopenhauer melihat bahwa hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak. Apalagi
dengan kehendak untuk membantu orang menderita. Ajaran
Schopenhauer menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, namun ia
sediri takut dengan kematian. I'AM
STAYING HERE
Keputusan
dan Hukuman
Schopenhauer
menjelaskan seseorang yang hendak mengambil keputusan. Menurut
dia, ketika kita mengambil keputusan, kita akan diperhadapkan dengan berbagai
macam akibat. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil memiliki
alasan atau dasar. Keputusan-keputusan ini menjadi tidak bebas lagi
bagi si pemilihnya. Pemilih
itu harus diperhadapkan kepada beberapa akibat dalam sebuah keputusan. Segala tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan
tanggung jawabnya. Segala kebutuhan dan tanggung jawab itu pun sudah
dibawa sejak lahir dan bersifat kekal. Schopenhauer
juga menegaskan jika tidak ada keinginan bebas, haruskah kejahatan dihukum
Ajaran Filsafat Schopenhauer ini termasuk ke dalam Idealisme Jerman. Pendapat
ini dibuktikan melalui perbandingan antara filosofis Schopenhauer dengan
pandangan Idealisme Jerman. Keduanya
mengajarkan bahwa realitas bersifat subjektif, artinya keseluruhan kenyataan
merupakan konstruksi kesadaran Subjek. Dunia ini
juga dipandang sebagai ide. Pandangan
Schopenhauer ini pun dijadikan wakil dari Idealisme Jerman. Sekalipun
memang ada hal-hal yang bersifat lebih khusus dan fundamental yang
membedakan pemikiran Schopenhauer dengan Idealisme Jerman. Bagi
Schopenhauer, dasar dunia ini transcendental dan bersifat irasional, yaitu
kehendak yang buta. Kehendak ini buta, sebab, sebab desakannya untuk terus-menerus dipuaskan tidak
bisa dikendalikan dan tidak akan pernah terpenuhi. Namun, justru keinginan yang tak sampai berarti penderitaan. Selanjutnya,
menurut dia bahwa kehendak transendental itu mewujudkan diri dalam miliaran eksistensi kehidupan,
maka hidup itu sendiri merupakan penderitaan. Jalan
keluar yang diusulkan Schopenhauer ini pun cukup logis. Kalau hidup ini adalah penderitaaan, maka pembebasan dari penderitaan
tersebut tentunya akan tercapai melalui penolakan kehendak untuk hidup. Konkretnya adalah lewat kematian raga dan bela rasa.
Cara pemikiran Schopenhauer ini
menarik. Namun, tetap saja memiliki kesalahan. Masalah dalam filsafatnya berkaitan dengan pandangannya atas pengetahuan
tentang prinsip individuasi. Menurut
Schopenhauer, berkat pengetahuan inilah manusia sadar bahwa dirinya adalah sama
dengan semua makhluk hidup lain (dasar dari sikap bela rasa) sehingga dia tidak
perlu memutlakkan diri dan keinginannya (dasar sikap mati raga atau
penyangkalan diri). Tanpa pengetahuan ini,
manusia tidak akan mengalami pencerahan dan tetap
berada dalam kegelapan.
Anggapan
Schopenhauer ini menekankan dua hal, yaitu bahwa kesadaran manusia terbukti
lebih kuat dibandingkan nafsu dan keinginannya, dan bahwa karena itu ia juga mampu memperhatikan
keadaan kepentingan orang lain, di dalam hal ini berarti bahwa manusia bukanlah
makhluk egois sebagai mana yang dipikirkan oleh Schopenhauer. Namun, jika
kesadaraan bisa menguatkan manusia menyangkal diri dan berbela rasa, bukankah
demikian kehendak untuk hidup itu sendiri bukan merupakan dasar dari segalanya?
Daftar Pustaka :
http://goedangbiografi.blogspot.com/2016/05/pemikiran-dan-biografi-arthur.html
JESSICKA
KUPUTRI
201471060
Tidak ada komentar:
Posting Komentar